Saat Tuhan Digantikan Obat

Kata Alkitab / 22 November 2005

Kalangan Sendiri

Saat Tuhan Digantikan Obat

Admin Spiritual Official Writer
7396

Telah menjadi umum diketahui bahwa di AS 60 persen angka perceraian terjadi dalam gereja - satu tempat yang menjunjung kesucian pernikahan - dan angka ini lebih tinggi dariada yang ada di komunitas sekuler Amerika.

Namun kegagalan pernikahan dan perpecahan rumah tangga bukan hanya tragedi yang orang Kristen bagikan pada orang di dunia ini. Depresi, penyakit yang menjadi epidemik di gereja juga menyebar melalui komunitas Kristen.

Selama kunjungan saya ke kampung halaman saya belum lama ini di North Carolina, saya menghabiskan waktu sore dengan seorang ibu, teman saya. Kami berbicara tentang isu dimana banyak wanita hadapi di gereja South Baptist dimana kami tumbuh bersama. Dia bercerita tentang wanita-wanita lain di gereja yang ia tahu menggunakan obat anti depresi. Dia mengatakan : "Saya tidak terkejut menemukan bahwa setengah wanita di gereja menggunakan obat anti depresi".

Saya yang terkejut. Dia mengatakan pada saya kisah tentang wanita yang ia tahu memiliki iman yang kuat dan tidak punya keakuan untuk melayani dalam aliran kami namun juga sering dituliskan resep Prozac dan obat depresi yang umum lainnya. Saya menyadari bahwa saya juga tahu beberapa wanita, teman saya dan teman ibu saya yang menggunakan obat anti depresi.

Apa yang membuat situasi ini menjadi lebih sulit adalah berita tentang semakin meningkatnya angka resiko bunuh diri yang dihubungkan dengan obat anti depresi yang justru sedang populer. ABC News Channel 7 di Los Angeles belum lama ini melaporkan hal itu.

"The Food and Drug Administration (FDA)" atau Badan Pengendalian Obat dan Makanan AS akhirnya mempertimbangkan label peringatan yang lebih kuat terhadap obat anti depresi setelah mengetahui untuk pertama kalinya bahwa munculnya pecandu obat anti depresi yang memicu anak-anak dan remaja melakukan bunuh diri.

"Berdasarkan penemuan mereka (berdasar studi), serangan terburuk dilakukan oleh obat Effexor, Luvox dan Paxil. Bahkan Prozac, obat anti depresi satu-satunya yang diijinkan untuk anak muda, dapat menyebabkan kecenderungan bunuh diri."

Saat ini FDA hanya menghubungkan resiko ini terhadap anak-anak dan remaja, namun hasil studi dapat saja cukup untuk membuat orang dewasa yang menggunakan obat ini berpikir dua kali.

Namun bagi orang Kristen, isu ini tidak hanya masalah keamanan penggunaan obat semata. Pertanyaan yang perlu ditanyakan adalah "Mengapa banyak pemakainya?". Orang Kristen mengklaim kebenaran dari lagu "Power In The Blood" atau "Ada Kuasa Dalam Darah" dan juga "konsep Kelimpahan" dari Rasul Yohanes. Namun mengapa ada banyak orang tertangkap dalam keberadaan emosional tentang proses bertahan hidup?. Gereja diharuskan menjadi tempat untuk menemukan jawaban, kesembuhan dan Tuhan Yesus itu sendiri. Namun sebaliknya, gereja justru telah menjadi tempat perkumpulan sosial yang tenang dari orang-orang spiritual di bangku yang tersusun rapi. Mereka mengenakan pakaian yang rapi, menunjukkan rasa kekompakan dan mereka menyanyikan lagu-lagu yang menunjukkan penyerahan diri pada Tuhan dimana mereka tidak pernah mengalami Tuhan secara pengalaman.

Ini bukanlah serangan pada individu yang tengah mengalami perjuangan dengan depresi kronis dimana sejumlah pengobatan medis amat diperlukan untuk periode waktu tertentu. Namun, ada suatu kesalahan serius dengan pengajaran gereja dan pemuridannya ketika setengah dari 4000 anggota gereja justru menggunakan obat anti depresi. Saya bisa berpikir seseorang - entah itu pendetanya, penetuanya dan pemimpin gerejanya - yang bisa menghubungkan titik-titik ini dan mengatakan : "Lihat, sesuatu yang tidak benar telah terjadi".

Penyakit yang mencekik gereja ini mungkin menambahkan fenomena dimana seorang teman menggambarkan pada saya sebagai "manajemen dosa". Beberapa gereja menjadi tidak realistik dalam mengartikan mati muda, kegagalan, kekecewaan dan dosa dalam kehidupan orang Kristen. Depresi dan kecemasan telah menjadi pergumulan pribadi dimana wanita dan pria memaki topeng pengobatan dan menyatakan hanya sebagai bukti keyakina pada orang lainnya. Namun belenggu-belenggu ini tidak dialamatkan dari anak tangga. Jika Yesus benar-benar "sebagai jalan, kebenaran dan hidup", lalu mengapa pesan itu tidak bisa diaplikasikan pada masalah depresi?.

Tidakkah Tuhan Yesus mendesain bahwa orang Kristen tidak boleh tergantung pada apapun kecuali pada diriNya untuk masalah fisik, emosional dan kestabilan spiritual. Kita belajar bahwa Tuhan Yesus itu cukup; kita mengatakan bahwa Dia telah mengubah kehidupan kita dimana yang lama telah berlalu dan bahwa kita telah dilahirkan masuk dalam kehidupan yang baru. Namun jika ini yang kita percayai, mengapa ada gereja penuh dengan orang yang menahan pergumulan rahasianya tentang depresi?.

Semoga ini menjadi bahan perenungan bagi kita semua.

Sumber : Sumber: Jessica Dorian - The Standard Report - CBN
Halaman :
1

Ikuti Kami